
Kasus Parental Abduction di Indonesia Capai 476, Psikolog: Berdampak pada Psikis dan Perkembangan Anak
Lipotan6com, Jakarta – Orang tua Diminion di Indonesia telah melanda 476 anak -anak dari 2011-2017. Informasi ini ditemukan oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Meskipun mereka bukan data terbaru, tetapi angka ini menunjukkan bahwa penculikan orang tua serius yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah.
Penculikan orang tua berlari, membawa, menyembunyikan anak -anak bahwa satu orang tua kandung datang bersama orang tua lain sebagai pemilik tahanan.
Ini biasanya terjadi ketika kedua orang tua berada dalam hubungan yang buruk atau dalam proses pemisahan. Penculikan orang tua masih sering terjadi di Indonesia, meskipun korban adalah wali.
Sayangnya, sejauh ini lembaga yang dimaksud tidak memiliki operasi konkret untuk penelitian, tindakan, penangkapan dan hukuman para pelaku dan orang -orang yang terlibat, terutama orang tua kandung.
Faktanya, efek penculikan orang tua sangat berbahaya bagi anak -anak, termasuk efek psikologis, emosi, gangguan sosial dan perkembangan anak -anak. Sebagaimana dinyatakan oleh Ketua Badan Perlindungan Anak -Anak di Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi.
“Jika kita melihat ke belakang, ketika kedua orang tua memiliki hubungan yang buruk dan anak -anak mereka menjadi kenyataan, tentu saja akan ada pertanyaan dari anak -anak mereka, apa lagi ketika dia melihat bahwa ada upaya dari satu orang tua yang menculik dan menyembunyikannya dari orang tua lain , “katanya seperti set yang ada online di pertemuan media Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Dia biasanya melanjutkan set, dalam upaya untuk menjaga anak dari orang tua lain seperti seorang ibu, ayahnya, ayahnya segera berusaha buruk dan sebaliknya. Jadi ini akan terluka dan cedera pada anak -anak.
Guncangan ini akan berkembang lebih lanjut, yang dapat mencegah kemampuan anak -anak untuk menangani komunikasi.
“Terutama dalam satu kasus di mana anak -anak diculik di tengah jalan dan diselundupkan ke luar negeri, bahwa tekanan emosional anak terpisah dari ibu kandungnya dan dipaksa untuk hidup di lingkungan yang benar -benar asing. Bayangkan guncangan kepada anak itu,” kata Set.
Keputusan Pengadilan Konstitusi dalam Pasal 330 Jelas dinyatakan bahwa penculikan orang tua adalah kejahatan, tetapi sejauh ini belum menjadi solusi yang tepat dan cepat bagi para korban.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 330, undang -undang dan lembaga terkait berkewajiban untuk mengambil langkah -langkah tetap terhadap mereka yang melanggar,” kata seorang hukum pidana dan dosen di Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian pada kesempatan yang sama.
“Sayangnya, implementasinya sebenarnya menghindari perhatian dan hukum pemerintah. Penculikan anak -anak dari orang tua kandung bukan masalah nasional atau masalah rumah tangga biasa, tetapi pelanggaran hukum terhadap undang -undang bahwa hukum harus diselesaikan dengan tegas,” Sofian ditambahkan.
Sementara itu, presiden Trisya Meldoko Center melaporkan bahwa ketidakadilan masih mengalami wanita di Indonesia, terutama mereka yang mengalami penculikan orang tua.
“Berdasarkan laporan laporan yang berasal dari Komnas Wanita pada tahun 2019-2023, sepertiga atau 93 dari total 309 kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami (KMS) tentang perawatan anak. Kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami ketiga adalah a Berjuang untuk melihat tentang anak -anak, “kata Trisya.
“Jika kita melihat lebih jauh untuk mencari hak untuk merawat anak -anak, perempuan sering menjadi korban keterlambatan keadilan (keterlambatan keadilan), tentu saja ini adalah fenomena yang harus menjadi perhatian kita yang biasa, terutama pemerintah dan penegakan hukum hukum. “
Sayangnya, kelanjutan Trisya, yang merupakan penculikan orang tua, biasanya merupakan pihak yang sering melakukan kekerasan dalam domestik (kekerasan dalam rumah tangga) dan bahkan tidak khawatir bahwa para korban hanyalah mereka yang ditahan.
“Bagaimana, seperti orang -orang seperti ini, jelas sering kali kekerasan sering dimulai bahkan mereka yang paling dekat dengan mereka dan tidak peduli dengan hukum, dapatkah Anda mengizinkan tahanan, khawatir dan membesarkan anak -anak suci murni? Dan bagaimana Anda tidak khawatir? “